Sumber gambar: https://katarakyat.my.id
Hai, Sobat Petualang! Pernah nggak kepikiran betapa jauhnya perjalanan sebuah rempah bisa membawa kita? Kali ini, aku mau cerita tentang sebuah perjalanan yang menghubungkan ayat suci Al-Quran dengan sebuah pulau eksotis di Indonesia: perjalanan harum kapur barus.
Petualangan Menuju Aroma Surgawi
Bayangkan, ratusan tahun lalu, para pedagang Arab rela menempuh perjalanan laut yang panjang dan berbahaya, bukan untuk mencari emas atau rempah-rempah yang umum, tapi untuk sesuatu yang jauh lebih berharga: kapur barus. Bunga rampai ini, yang disebut dalam Al-Quran, membawa mereka hingga ke Nusantara. Di Surat Al-Insan ayat ke-5, dijelaskan bahwa orang-orang saleh akan meminum dari gelas berisi air bercampur kafur. Banyak ulama yang menafsirkan kafur ini sebagai ekstrak dari tanaman kapur barus (Dryobalanops aromatica) – bukan kapur sintetis yang kita kenal sekarang.
Aku membayangkan betapa menariknya kisah mereka! Melihat peta zaman dulu, pasti terasa seperti perjalanan tanpa akhir, hanya berbekal bintang dan kompas, menuju sebuah aroma surgawi yang terbayang di benak mereka. Aroma itu, konon, mampu menenangkan jiwa dan membawa mereka kepada rasa damai.
Barus: Pusat Kamper Dunia
Tujuan akhir mereka adalah Barus, sebuah pelabuhan di Sumatera Utara. Bayangkan betapa terkejutnya mereka saat melihat pulau yang penuh pesona ini! Bukankah luar biasa bagaimana satu tanaman bisa menjadi kunci penghubung peradaban yang begitu jauh? Menurut Arkeolog Edward McKinnon dalam bukunya Ancient Fansur, Aceh’s Atlantis (2013), perdagangan kapur barus telah menjadikan Barus (dulunya bernama Fansur) sebagai pelabuhan penting selama ribuan tahun.
Perdagangan kamper telah menjadikan Barus sebagai pelabuhan penting sejak ribuan tahun lalu,
tulis McKinnon.
Bukti sejarah pun mendukung hal ini. Ibn Al-Faqih, seorang pedagang Arab pada tahun 902 M, sudah mencatat Barus sebagai penghasil utama kapur barus, selain pala, cengkih, dan kayu cendana. Bayangkan betapa kayanya rempah-rempah yang tersedia di Nusantara! Sungguh menarik, ya?
Lebih dari Sekedar Rempah
Catatan dari Ibn Sa’id al-Magribi, geograf Muslim abad ke-13, juga menegaskan kualitas kapur barus dari Sumatera yang jauh lebih unggul dibandingkan yang berasal dari Malaya atau Kalimantan. Bahkan, sejarawan Romawi Ptolemy telah menyebut nama Barus sejak abad ke-1 M! Ini membuktikan bahwa kapur barus bukan hanya sekedar rempah, tapi juga bagian penting dari sejarah perdagangan dunia.
Bayangkan aroma kapur barus yang memenuhi geladak kapal-kapal dagang tersebut, membawa aroma khas Nusantara hingga ke penjuru dunia. Ini bukan hanya sekadar perdagangan, tetapi juga sebuah pertukaran budaya dan pengetahuan yang begitu signifikan.
Kapur barus berkualitas tinggi berasal dari Pulau Sumatera,
tulis Ibn Sa’id al-Magribi, menegaskan keunggulan rempah Indonesia di mata dunia.
Melihat fakta-fakta ini, aku jadi semakin kagum dengan kekayaan alam dan sejarah Indonesia. Kisah kapur barus ini mengingatkan kita akan betapa pentingnya menjaga warisan budaya dan alam yang kita miliki. Siapa tahu, suatu hari nanti kita bisa menyusuri jejak para pedagang Arab itu dan merasakan sendiri keajaiban aroma surgawi dari Barus. Bagaimana, tertarik untuk menjelajah?